Selasa, 14 April 2015



     MENJEMPUT RIZKI YANG DIBAGIKAN TUHAN
   oleh : SUNARTO AS.

   Rizki sering kali dipahami secara sempit, yaitu “uang”. Padahal rizki itu bukan hanya uang, apakah itu uang rupiah, dollar, reyal atau dinar atau lainnya. Rizki adalah “segala sesuatu yang bisa digunakan untuk memelihara, baik  kehidupan manusia atau mahluk Tuhan lainnya”. (M. Quraish Shihab, ibid, hal.383.)
      Menurut kaca mata agama rizki ada dua macam, yaitu pertama, rizki materi dan kedua, rizki spiritual. Sementara yang banyak dikejar dan dicari manusia adalah rizki material. Rizki material ini tidak akan dapat memuaskan manusia, apalagi membahagiakan, bahkan sering kali menjerumuskan dan mencelakakan manusia. Maka rizki material harus “dijemput” disertai dengan menjemput rizki spiritual. Mengapa rizki Tuhan harus dijemput bukan dicari? Filosofinya, karena rizki itu sudah ditetapkan Tuhan bagi setiap hambanya, berarti rizki itu sudah ada, jadi tinggal kita menjemputnya, karena menjemput, pasti sudah ada yang dijemput. Sebagaimana seorang suami yang menjemput istrinya, pasti istri itu sudah ada dan sedang menunggu jemputan suaminya.(AA Gim, menejemen Qalbu.) Oleh karena itu rizki Tuhan jangan dacari,  karena kalau mencari berarti rizki itu belum ada. Padahal rizki itu bagi setiap orang sudah diciptakan Tuhan plus takarannya, untuk itu jemputlah rizki Tuhan dan kendaraan untuk menjemput rizki itu adalah bekerja keras dijalan yang halal dan berdoa  mengharap rizki yang kita jemput itu di pertemukan dengan kita oleh Tuhan. Firman Allah SWT “Maka mintalah rizki itu disisi Allah, sembahlah Dia dan bersyukulah kepadaNya, dan hanya kepadaNyalah kamu akan dikembalikan”. (QS : Al Ahzab, ayat, 17.) Semoga setiap rizki yang kita jemput adalah rizki yang barokah.
 

Kamis, 09 April 2015

SERTIFIKASI DAI, AGAR DAKWAH TIDAK SAMBIL LALU


                SUNARTO AS*

Kualifikasi pendakwah atau dai yang di lontarkan Bayu Putra (Jawa Pos, 6 April 2015) patut diapresiasi dan direspon oleh semua penggiat dakwah, khususnya pemerintah. Kualifikasi dai dengan standart tertentu dan baku akan melahirkan dai-dai yang mumpuni atau professional dan bisa melalukan aktivitas dakwahnya sesuai konteks ajaran islam, yaitu “Rahmatan lil ‘alamin. Dakwah adalah semua upaya yang dilakukan umat islam untuk menumbuhkan pemahaman, kesadaran dan perilaku yang islami dalam konteks rahmatan lil ‘alamin. Jadi prinsip dakwah itu adalah kasih sayang, bukan menimbulkan terror dan ketakutan apa lagi mengajak berperang dan menganjurkan pembunuhan. Islam Indonesia adalah islam yang moderat, santun dan penuh toleransi. Hal ini tidak lepas dari jasa para wali songo yang menyebarkan islam di tanah jawa dengan metode dakwah kultutural yang sarat dengan nilai-nilai toleran dan mengakomodasi budaya lokal yang hidup dan berkembang saat itu. Para wali songo dalam menyebarkan islam sekaligus sebagai pedagang paham betul tentang kondisi dan karakteristik masyarakat jawa sebagai mad’u atau obyek dakwah yang dihadapinya, sehingga dakwahnya bisa diterima oleh masyarakat luas dan menyebar ke seluruh penjuru nusantara. Dan terbentuklah islam Indonesia, yaitu islam “rahmatan lil ‘alamin”. Suasana penuh toleransi, hidup rukun, saling tolong menolong sebagai ciri khas bangsa Indonesia, akhir-akhir ini dicederai dengan munculnya gerakan radikalisme yang melakukan teror, pengeboman, kasus bom Bali I dan bom Bali II yang dilakukan oleh Amrozi, Imam Samudra dkk. Membuktikan bahwa islam Indonesia yang dulu terkenal moderat, ramah, santun dan toleran, kini menimbulkan  kesan generalisasi dikalangan luar menjadi islam yang menakutkan. Setiap perilaku muslim adalah mencerminkan prilaku seorang dai. Oleh karena itu setiap perilaku seorang muslim harus dilandasi keimanan, ketaqwaan dan rasa kasih sayang antar sesama. Itulah cermin prilaku seorang dai  sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Firman  Allah SWT, ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu Uswatun Hasanah (suri tauladan yang baik) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan ia banyak menyebut asma Allah.” (QS : Al Ahzab :21). Dengan meneladani Rasulullah dalam berdakwah yang penuh toleransi dan kasih sayang, maka dakwah akan dapat menciptakan suasana kehidupan yang penuh kedamaian. Bayu Putra ketika menyamakan dakwah dengan seorang yang membaca berita, agaknya perlu dikoreksi, “Banyak umat islam di Indonesia yang lupa bahwa dakwah sama dengan orang yang menyampaikan berita,” tuturnya. (Dakwah Sambil Lalu, JP. 9 April 2015,hal. 2 opini) meskipun yang dimaksud adalah agar dakwah disampaikan secara utuh dan tidak sepotong-potong, tetapi menyamakan dakwah dengan orang yang membaca berita perlu diluruskan. Berdakwah dengan orang yang menyampaikan berita sungguh jauh berbeda. Di dalam dakwah ada tanggung jawab moral, bahwa apa yang disampaikan terlebih dahulu harus dilaksanakan oleh si dai. Jika dai tidak melaksanakan apa yang disampaikan,maka dibenci oleh Allah SWT. Firman Allah “Wahai orang-orang yang beriman,mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Sangatlah dibenci disisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (QS : As Shaf : 2-3). Tidak demikian orang yang menyampaikan berita, ia tidak dituntut melaksanakan apa yang disampaikannya.
Dakwah di Indonesia saat ini sudah terlalu liberal, menurut Prof. Yanuar Ilyas sebagaimana dikutip Bayu Putra (JP. 6 April 2015.) semua orang bisa melakukan dakwah, sekalipun ia hanya mengusai satu ayat Al quran, bahkan sering kali “pendakwah” menyampaikan ajaran islam hanya sepenggal dan tidak utuh. Ia menyampaikan materi dakwahnya sesuai keinginan dan misi organisasinya. Karena tidak adanya regulasi yang mengatur kualifikasi pendakwah, maka semua orang bisa melakukannya sesuai selera keyakinan pribadi dan kelompoknya. Nah, di sinilah perlunya serifikasi pendakwah atau dai, jika seorang yang berprofesi sebagai guru TK saja harus memenuhi kualifikasi dan bersertifikasi sebagai guru, apalagi dai, di mana obyek yang dihadapi adalah  masyarakat luas, maka sangat ironi jika mereka (dai) tidak disertifikasi. Akibat belum adanya regulasi yang mengatur standart para dai, kalu tidak dikatakan belum ada keberanian para penggiat dakwah dan pemerintah dalam hal ini kemenag untuk melakukan sertifikasi para dai tersebut. Asosiasi Profesi Dakwah Islam Indonesia Dalam kongresnya yang ke – II di Surabaya tahun 2009 dan kongres III di Makasar pernah melontarkan gagasan tentang sertifikasi dai, agar supaya dakwah berjalan secara professional dan tidak sambil lalu dan agar tidak tidak disusupi ajaran radikal. Dari para penggiat dakwah yang hadir pada kongres APDI tersebut, baik yang praktisi dakwah, akademisi dakwah dan unsur kemenag belum berani memutuskan tentang sertifikasi dai. Menurut penulis, sertifikasi dai ini sangat penting, tentunya dengan standart yang jelas dan terukur. Perumusan standart sertifikasi dai ini bisa melibatkan berbagai unsur penggiat dakwah, baik pemerintah, MUI, ormas islam NU, Muammadiyah dan akademisi dakwah (fakultas dakwah). Saat ini Kemenag telah mensyaratkan para pemandu haji harus bersertifikasi, dengan mengikuti pelatihan sertifikasi haji, Gelombang pertama dilakukan di UIN Semarang tahun 2012 dan tahun 2012 diadakan di Asrama Haji sukolilo, dengan 100 perserta perwakilan KBIH dan ormas islam dari Indonesia bagian timur dan Fakultas Dakwah UINSA Sebagai pelaksana dan nara sumber. Jika seorang yang ingin menjadi guru TK saja dan pemandu haji harus mempunyai kwalifikasi melaluli sertifikasi, masak dai sebagai pemandu umat yang begitu luas, mereka tanpa kwalifikasi dan sertifikasi?

Munculnya radikalisme, salah satu penyebabnya adalah karena adanya pembiaran terhadap munculnya dai-dai sambil lalu dan para dai radikal yang begitu bebas melakukan dakwahnya, meskipun materi yang disampaikannya menjurus kepada ajakan “berjihad” secara sempit. Maka sudah saatnya pemerintah, dalam hal ini Kemenag agar punya keberanian mengatur para dai, dan semua penggiat dakwah dengan melalui sertifikasi dai. Kalau tidak ingin negeri ini dipenuhi oleh para dai sambil lalu yang radikal dan tidak memberi pencerahan kepada umatnya, bahkan meresahkan dan membuat rasa takut.

Sabtu, 04 April 2015

NOTO ATI



NOTO ATI, Pengajian di Majelis Ta’lim “ASSALAM”, Asuhan Ust H. Shohibus Salam dan ust Nasik Gufron
Minggu, 12 April 2015. Tema “KEKUATAN DZIKIR DALAM MENATA HATI, DAN BUKTI ILMIAH KEHEBATAN DZIKIR” Oleh : Dr. H. A. SUNARTO AS.MEI.

A.    Pendahuluan
         Hati yang dalam bahasa arabnya disebut “qolbu”, merupakan organ yang amat vital untuk menentukan baik buruknya kualitas manusia. Sebelum membahas lebih lanjut tentang bagaimana peranan hati dalam menentukan kualitas hidup manusia, terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa makna “qolbu”.
Qolbu, dapat diberi makna, hati, jantung, akal dan fuad/af idah atau”perasaan hati”. Didalam Al quran disinggung tentang manusia yang diberi anugerah hati, tetapi tidak digunakan untuk memahami kekusaan Allah swt atau tidak mempunyai perasaan, ia sama dengan binatang, bahkan lebih rendah dari binatang.
QS. Al A`raaf : 179.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا
يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَ
لْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ﴿١٧٩

“Wa laqad dzara`na li jahannama katsiira minal jinni wal insi, lahum quluubuun laa yafqahuuna bihaa wa laqad a`yunun laa yunshiruuna bihaa wa lahum adzaanun laa yasma`uuna bihaa, ulaa`ika kal an`am bal hum adhallu, ulaa`ika humul ghafiluuna”
“Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai”.
 Dari ayat tersebut dapat dipahami, bahwa derajat manusia salah satunya ditentukan oleh hati atau perasaannya. Hati yang bersih dan suci akan memancarkan prilaku Yang baik, sebaliknya hati yang kotor dan berpenyakit akan menimbulkan prilaku yang buruk dan jahat. Oleh karena itu kwalitas manusia salah satunya ditentukan oleh kondisi baik dan buruk hatinya. Sabda Arasulullah saw, “Sesungguhnya pada jasad manusia terdapat segumpal darah, apabila segumpal darah itu baik, maka baiklah seluruh prilaku manusia, tetapi apa bila segumpal darah itu rusak, maka rusaklah seluruh prilaku manusia. Segumpal darah itu adalah “hati”.
B.     Penyakit dan Kotoran Hati dan obatnya
     Hati manusia yang menentukan baik buruknya prilaku, agar prilaku manusia baik dan bermanfaat buat sesama, maka hati harus dijaga dari kotoran dan penyakit yang menghinggapinya, seperti Hasud, Dengki dan ujub/sombong. Adapun yang dapat membersihkan hati adalah, menjauhkan diri dari maksiat dan dosa, membaca Al quran dan dzikrul maut atau mengingat mati. Sabda Rasulullah saw. “ Dari Ibnu Umar RA Rasuluulah SAW bersabda “Sesungguhnya hati ini bisa berkarat sebagaimana besi bisa berkarat. Para sahabat bertanya “bagaimana cara membersihkannya? Rasulullah menjawab”dengan cara membaca Al quran. (HR. Buchari), dalam hadits yang lain ada lafadl “wadzikrul maut” dengan cara mengingat mati. Jadi cara untuk membersihkankotoran hati dan menyembuhkan penyakit hati, adalah dengan cara membca Al quran tentu dengan memahami dan merenungkan maknya, dan dengan mengingat mati. Semua manusia pasti akan mengalami kematian, dan sekarang semuaya sedang bergerak menuju ke sana (kematian). Oleh karena itu kita tidak perlu cemas dan takut mati, yang terpenting adalah mencari bekal buat menyongsong datangnya kematian itu. Sabda Rasulullah “Isti’dad lilmaut, isti’dad ll maut qabla nuzulihi” artinya “persiapkanlah bekal untuk menyambut datangnya mati, persiapkankanlah bekal untuk menyambut datangnya mati, sebelum kematian itu menjemputnya”.
C.     Fungsi dzkir untuk membersihkan dan membuat hati tenang (bahagia) bukti secara ilmiah.
     Dzikir ada 3 (tiga) macam tingkatan : pertama, adzikru bil qalbi (dzikir dengan hati) kedua, adzikru bil lisan (dzikir dengan lisan, ketiga, adzikru bil arkan (dzikir dengan amal perbuatan). Baca Al Adzkar, Imam An Nawawi. Dzikir dengan hati dan lisan pengaruhnya bagi kesehatan jiwa dan jasad manusia sangat luar biasa, yaitu dapat membuat hati dan jiwa pembacanya tenang dan bahagia. Firman Allah QS : Arra’du, ayat, 28. “Mereka orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang, ketauilah bahwa dengan berdzikir hati mereka menjadi tenang atau bahagia”. Bahkan dalam hal ini telah dibuktikan secara ilmiah. 1967 JUCHIRO KABAYASHI, pakar fotografi dari Jepang, dapat menangkap sinar dari tubuh manusia yang berdzikir mengeluarkan “sinar” yang amat terang berwarna putih kebiru-biruan, dengan tehnologi fotografi menggunakan camera 35mm f/2 merek Lard 5D. Tahun 1976 SAMIJON DOVIDAVICK KIRLIAN, pakar listri dan fotografi dari Rusia, dengan menggunakan “methode kirlian”, ia dapat menangkap sinar putih yang amat terang dari tubuh orang-orang yang berdzikr. (Prof. Dr. A. SABOE, Pendekatan Ilmiah tentang Eksistensi Tuhan dan mahluk ciptaannya, hal. 32-35.) Baru-baru ini di jepang dihebohkan dengan penemuan Dr. MASARU EMOTO pakar jantung jepang, yang dapat menyembuhkan jantung kronis seorang anak, dengan air doa. Dr. MASARU EMOTO Meneliti air yang dibacakan doa dan dzikir serta diucapkan kata-kata baik dan indah kemudian diteliti disebuah laboratorium ternyata air itu membentuk Kristal segi enam yang sangat halus, dan air ini jika diminum dapat menjadi obat dan menyembuhkan penyakit, baik penyakit hati maupun fisik.
Bukti Ilmiah keajaiban Air yang didoai dan dibacakan dzikir / air rajah.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMBIK0AbhoWyOn0fc5r-L2aKOnzWEK3rtbSPp0X25sB10GrBXly-5A3EIvnSka0uQU828ebswbcdAMX-A9EyFQRWl-oDCV4zsDZ3mxBzlkMsy_cZ8QXhaFfod1k5rfd-Vz_BNBmCGSCsk/s1600/air2.jpg
Tahun 2011 Dr. dr. Hj. Siti Nur Asyah, seorang dokter sekaligus dosen Fakultas Psikologi UINSA, membuktikan kebenaran penelitiannya tentang “Pengaruh dzikir dan istighosah bagi imunitas tubuh manusia, dihadapan 8 Profesor diberbagai bidang kesehatan yang mengujinya, di Fakultas Kedokteran UNAIR, ia mempertahankan penelitian Desertasi Doktornya dengan lulus “sangat memuaskan” dan penulis hadir pada ujian twrsebut sebagai undangan akademik. Subhanallah, sungguh sangat luar biasa kehebatan dan dahsyatnya dzikir dan doa bagi kehagiaan hidup manusia. Manusia yang ingin bahagia wajib beragama, dan komponen agama adalah, Aqidah / Iman, Syari’ah / Islam, Ahlak / Ihsan. A. Saboe, hal. 12. Dan doa adalah inti atau ruhnya ibdah. Sabda Nabi, “Addo’a ruhul ibadah” (Al Hadits). Semoga tulisan ini bermanfaat dan barokah.